Kamis, 14 April 2011

Lantai Kandang Ayam Tanpa Sekam

ADA beberapa tipe lantai kandang ayam broiler (pedaging/potong) yang dipakai peternak di Indonesia yaitu lantai tanah/semen (deep litter), berbilah (berlubang) (all-slat) dan kombinasi (slat and litter. Lantai tanah/semen adalah kandang yang lantainya dari tanah dipadatkan atau disemen dan di atasnya ditabur bahan alas lantai seperti sekam. Lantai berbilah, adalah kandang dibuat model panggung yang lantainya dibuat jajaran kayu dengan celah antarkayu sekitar 1-2 cm sehingga kotoran jatuh ke tanah, sedang kombinasi yaitu kandang sebagian lantai tanah dan sebagian panggung biasanya digunakan di pembibit ayam (breeding farm)

Pada kandang berlantai tanah biasanya lantai ditaburi/dialasi dengan sekam setebal 5 sd 10 cm dan digunakan memelihara ayam broiler dari umur 1 hari sampai panen (42 hari), jika basah/lembab sekam dibalik atau diganti yang baru. Pada kandang panggung lantai dialasi plastik/terpal dulu baru ditebar sekam dan digunakan untuk memelihara ayam dari umur 1 sd 14 hari untuk menghindari kaki ayam terperosok, setelah itu alas plastik/ terpal dikeluarkan sehingga kotoran jatuh ke tanah. Untuk bahan alas lantai yang biasa digunakan peternak adalah sekam, mungkin alasan utama adalah murah dan mudah didapat, namun karena sekam sekarang bersaing dengan usaha industri batu bata maka harga meningkat dan sampai peternak di Kedu Temanggung kesulitan sekam dan mengancam kelangsungan usaha peternakannya (KR Sabtu Pahing 14 Juli 2007 hal 12).

Bahan Lantai Kandang

Sebenarnya peternak dapat menggunakan bahan alas lantai kandang (litter) tidak harus sekam, boleh dari bahan lain karena hakikatnya bahan yang dipakai harus mempunyai daya serap terhadap air tinggi. Menurut Brake (1992) bahwa bahan litter yang baik adalah bahan yang: 1) bersifat absorben, 2) bebas debu, 3) sukar untuk dimakan ayam, 4) tidak beracun, 5) murah/berlimpah, dan mudah diangkut/diganti.

1. Absorben maksudnya mempunyai daya serap terhadap air tinggi sehingga kotoran cepat kering.

2. Bebas debu maksudnya jika sudah ditempatinya ayam tidak mengeluarkan debu yang dapat menyebabkan iritasi pada mata ayam maupun pekerja.

3. Sukar untuk dimakan ayam maksudnya ukuran partikel bahan litter lebih besar dibanding ukuran partikel pakan terutama di awal pemeliharaan.

4. Tidak beracun maksudnya jika bahan litter ada yang termakan oleh ayam tidak akan mematikan ayam.

5. Murah dan mudah didapat maksudnya bahan yang dipakai tidak menjadikan biaya produksi jadi meningkat tajam dan ketersediaannya kontinyu.

6. Mudah diangkut/diganti maksudnya jika di dalam kandang litter basah/lembab sekam dibalik atau diganti yang baru.

Penelitian Grundey (1980) dan Wihandoyo (2001) memberi informasi daya serap air dari bahan litter seperti tertera pada Tabel 1.

Sudah banyak penelitian bahan untuk litter seperti, sekam dilaporkan Haque dan Chowdhury (1994), potongan kertas dan tatal kayu halus dilakukan oleh Lien et al (1992) kulit kacang oleh Lien et al (1998) semua hasilnya tidak mempengaruhi karakteristik produksi dan kesehatan, kematian, berat badan, konsumsi pakan, konversi pakan, hasil karkas, kasus lepuh dada ataupun kelainan kaki pada ayam broiler. Bahan selain sekam semestinya dapat digunakan oleh peternak kita untuk bahan litter seperti: serbuk gergaji, serpihan kayu, kulit kacang, kulit kedele, tongkol jagung, ampas tebu, potong-potongan jerami, perca kertas dll, karena bahan ini di Indonesia ada dan berlimpah.

Berbagai bahan lokal untuk alas lantai (litter) kandang ayam broiler juga telah diteliti oleh Wihandoyo (2001) dan hasilnya tertera pada Tabel 2.

Dari beberapa hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa bahan litter tidak harus dari sekam, karena selain daya serap air tidak tinggi (Tabel 1), juga prestasi ayam broiler yang dipelihara pada lantai litter dari sekam tampak sama dengan dari bahan lain (Tabel 2).

Ini artinya peternak tidak perlu memaksakan memakai sekam untuk bahan litter, tetapi bisa diganti bahan lain jika sekam sulit dan mahal. Atau peternak dapat menggunakan bahan litter secara bercampur (mixing materials), lebih baik lagi jika ditambah kotoran sapi kering sebab akan meningkatkan kandungan vitamin B12 karena vitamin tersebut tidak dapat disintesa di dalam tubuh ayam.

Dari artikel di KR Sabtu Pahing 14 Juli 2007 halaman 12, maka sebaiknya dan sudah waktunya serta pantas jika peternak/masyarakat tidak perlu takut untuk bertanya ke Institusi seperti Perguruan Tinggi, Dinas/lembaga terkait jika mempunyai persoalan di dalam usahanya, sehingga institusi seperti Universitas Gadjah Mada betul-betul universitas kerakyatan (ndeso) tetap dekat dengan rakyat dan hasil penelitiannya dapat dimanfaatkan oleh masyarakat. q - g. (1564-2007).

*) Prof Ir Wihandoyo MS PhD, Dosen Laboratorium Ternak Unggas ,Fakultas Peternakan UGM, Yogya.

K A N D N G A Y A M



Kami menyediakan penawaran menarik untuk anda dengan menyediakan Usaha
K A N D N G   A Y A M + A Y A M , dengan populasi 10 ribu ekor. Luas lahan +/- 6000 m2, lahan cukup untuk populasi 25 ribu ekor, produksi telor 80%, lokasi jauh pemukiman, aman, kandang  layer 10 kandang, kandang grower 1 dengan kapasitas 3000 ekor, kandang doc 5000 ekor.  Anda berminat????  Segera hubungi kami.

Sabtu, 19 Februari 2011

Evaluasi Program Pemuasaan Berselang pada Ayam Pedaging

Evaluasi Program Pemuasaan Berselang pada Ayam Pedaging (Evaluation of skip a day feed removal programme on the Broiler Chicken)

(Evaluation of skip a day feed removal programme on the Broiler Chicken)

Muhammad Azhar / I 411 08 271

Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin, Makassar, 90245.

Abstrak

Program pemuasaan berselang (skip a day feed removal programme) pada ayam pedaging bertujuan untuk mencegah kematian ayam pedaging pada fase finisher akibat stress karena panas metabolisme dari konsumsi pakan yang ad libitum, kelainan pada kaki akibat berat badan, dan perlemakan yang banyak. Program ini dilakukan pada 200 ekor ayam ras pedaging strain Cobb Sr 707 selama 12 jam per hari dengan interval 2 hari pada peroide yang berbeda, kelompok A (50 ekor) dipuasakan pada hari ke-10, 12, 14, dan 16 sedangkan kelompok B (25 ekor) dipusakan pada hari ke-22, 24, 26, dan 28 serta terdapat kontrol kelompok A (50 ekor) dan Kontrol kelompok B (25 ekor). Pakan yang diberikan pada fase starter adalah butiran, CP11 (protein 23%, EM 3150 kkal/kg), fase finisher adalah konsentrat dan jagung 33 : 67 (protein 18%, EM 3050 kkal/kg). Produktfitas ayam pedaging yang dipelihara dengan perlakuan pemuasaan berselang pada periode yang berbeda yaitu ayam dengan perlakuan A konsumsi pakan 2561 gr/ekor, pertambahan berat badan 52,6 gr/hari, berat badan akhir 1639,7 gr, konversi pakan 1,56. Dengan perlakuan B konsumsi pakan 3289 gr/ekor, pertambahan barat badan 57,53 gr/hari, barat badan akhir 1773,9 gr, konversi pakan 1,85. Sedangkan Kontrol konsumsi pakan 2700 gr/ekor, pertambahan berat badan 55,3 gr/hari, berat badan akhir 1704,2 gr, dan konversi pakan 1,6.

Kata kunci: Pemuasaan berselang, produktifitas, ayam pedaging, Cobb

PENDAHULUAN

Pemeliharaan ayam pedaging terutama di daerah tropis seringkali menimbulkan masalah yang cukup serius seperti kematian pada akhir pemeliharaan, perlemakan yang banyak, dan kelainan pada kaki. Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah tersebut adalah dengan pembatasan pakan, pembatasan pakan bertujuan untuk mengurangi panas metabolik dari pakan yang dikonsumsi oleh ayam dan ditambah udara panas akan menimbulkan stress kemudian berlanjut menjadi kematian pada ayam, perlemakan akan berkurang karena setelah dilakukan pemuasaan maka kerja dari sistem pencernaan unggas (ayam pedaging) untuk mengubah pakan menjadi otot/daging akan maksimal, dan kelainan pada kaki tidak akan terjadi jika ayam tidak berada pada berat badan yang maksimal sebelum kaki menjadi kuat. Program yang membatasi pertumbuhan awal ayam pedaging secara luas digunakan untuk mengurangi angka kematian dan juga untuk meningkatkan konversi pakan (Dozier, dkk, 2002). Pembatasan pakan dengan program pemuasaan berselang (skip a day feed removal programme) di daerah tropis belum dapat diaplikasikan secara maksimal karena temperatur di daerah tropis yang dapat berubah secara derastis misalnya pada malam hari yang diprediksi temperatur akan turun namun meningkat/tinggi sehingga dapat menyebabkan kesalahan dalam menentukan waktu pemuasaan. Hal inilah yang melatar belakangi dilakukannya praktikum manajemen ternak unggas mengenai evaluasi program pemuasaan berselang pada ayam pedaging (evaluation of skip a day feed removal programme on the broiler chicken).

MATERI DAN METODE

Sebanyak 200 ekor ayam ras pedaging strain Cobb SR 707 umur sehari berkelamin campuran dipelihara selama 7 hari dalam brooder guard (induk buatan), ayam kemudian dipindahkan kedalam 4 buah kandang kelompok berukuran 2,5 x 3 meter yang diisi masing-masing 50 ekor hingga berumur 35 hari. Dua buah kandang digunakan sebagai control dan dua lainnya diberikan perlakuan pemuasaan berselang selama 12 jam per hari dengan interval 2 hari pada periode yang berbeda. Kelompok A dipuasakan pasa hari ke-10, 12, 14, dan 16, kelompok b dipuasakan pada hari ke-22, 24, 26, dan 28. Untuk mengetahui adanya perbedaan tingkat kepadatan, kelompok B dan kontrolnya dikurangi jumlah ayamnya sebanyak 50% sehingga jumlah ayam yang tersisa hingga akhir percobaan adalah 25 ekor.

Pakan yang diberikan terdiri atas dua jenis pakan yang disusun berdasarkan rekomendasi NRC (1994) (Tabel 1). Pemberian pakan dan air minum dilakukan secara ad libitum. Parameter produktifitas ayam pedaging yang dianalisis antara lain konsumsi pakan, pertambahan berat badan, berat badan akhir, dan konversi pakan.

Tabel 1. Komposisi nutrisi pakan yang digunakan selama penelitian

No.


Jenis Pakan


Komposisi Pakan

Protein (%)


EM (kkal/kg)

1.


Pakan Starter (Butiran, CP11)*


23


3150

2.


Pakan Finisher (konsentrat : jagung, 33; 67)*


18


3050

* Berdasarkan Hasil Estimasi

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil pengamatan terhadap produktifitas ayam pedaging yang diberi perlakuan pemuasaan berselang selama 4 (empat) hari dengan periode yang berbeda dapat dilihat pada table 2.

Tabel 2. Produktifitas ayam pedaging yang dipelihara dengan perlakuan pemuasaan berselang pada periode yang berbeda

Parameter


Perlakuan Pemuasan Berselang

Kontrol


Perlakuan A


Perlakuan B

Konsumsi Pakan (g/e)


2700


2561


3289

Pertambahan Berat Badan (g/hari)


55,3


52,6


57,53

Berat Badan Akhir (g)


1704,2


1639,7


1773,9

Konversi Pakan


1,6


1,56


1,85

Keterangan: A. Perlakuan pemuasaan selama 12 jam pada hari ke-10, 12, 14, dan 16

B. Perlakuan pemuasaan selama 12 jam pada hari ke-22, 24, 26, dan 28

Tingginya rata-rata konsumsi pakan ayam pada perlakuan B (3289 gr/ekor) dibandingkan ayam pada perlakuan A (2561 gr/ekor), karena ayam pada perlakuan ini tidak dilakukan pemuasaan pada fase awal (pertumbuhan) sehingga ayam yang diberi pakan secara ad libitum akan memaksimalkan pakan tersebut untuk pertumbuhan yang cepat, sebab lainnya adalah ayam pada perlakuan tersebut jumlahnya lebih sedikit dari pada jumlah ayam pada perlakuan A sehingga tidak terjadi persaingan dalam mengkonsumsi pakan. Hal Ini tidak sesuai dengan pendapat Anungsaptonugroho (2010) bahwa, ayam broiler pada minggu ke-5 memiliki berat badan 2912 gr/ekor.

Rata-rata pertambahan berat badan ayam pedaging pada perlakuan (B 57,53 gr/hari) lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata pertambahan berat badan pada perlakuan A. Hal tersebut juga berhubungan dengan besarnya konsumsi pakan dari ayam pada perlakuan B memiliki korelasi positif terhadap pertambahan berat badan dan sebab lainnya adalah karena ayam tersebut dipuasakan pada fase starter. Hal ini didukung oleh pendapat Anonim (2007) bahwa, besarnya konsumsi pakan oleh ayam pedaging akan berbanding lurus terhadap pertambahan berat badan tanpa ada faktor lain seperti penyakit.

Rata-rata berat badan akhir ayam pedaging perlakuan B (1773,9 gr). Tingginya berat badan akhir pada ayam tersebut dibandingkan dengan ayam pada perlakuan A berhubungan dengan tingginya konsumsi pakan, hal tersebut disebabkan karena ayam pada perlakuan B tidak dipuasakan pada fase starter sehingga pakan yang dikonsumsi dapat dimaksimal untuk pertumbuhan yang cepat dan ketika terjadi perlemakan maka pertumbuhan akan berlangsung lambat dan hasil akhir dari pertumbuhan yang lambat adalah berat badan akhir yang rendah. Hal ini sesuai dengan pendapat Anungsaptonugroho (2010) bahwa, ayam broiler mengalami pertumbuhan yang berlangsung cepat pada periode starter yang kemudian pertumbuhan akan berlangsung melambat dan terjadi karena penimbunan lemak tubuh.

Rata-rara konversi pakan ayam pedaging pada perlakuan A (1,56) lebih rendah dibandingkan dengan rata-rata konversi pakan pada perlakuan lain. Hal tersebut disebabkan karena ayam pada perlakuan tersebut dipuasakan pada fase starter dan ketika program pemuasaan telah selesai maka ayam akan berusaha menggantikan konsumsi pakan saat pemuasaan, dengan cara mempercepat conversi pakan yang dikonsumsi secara ad libitum menjadi otot/daging. Hal ini tidak sesuai dengan pendapat Faradis (2009) bahwa, rata-rata konversi ransum ayam pedaging adalah 1,12. Dampak pemuasaan terhadap ayam pedaging adalah menurunnya perlemakan pada ayam pedaging. Hal ini didukung oleh pendapat Santoso, dkk (2008) bahwa, dampak dari program pemuasaan berselang pada ayam broiler adalah menurunnya perlemakan karena pengurangan kadar protein yang tinggi pada pakan ayam broiler yang juga berdampak pada performance dan komposisi tubuh ayam broiler.

KESIMPULAN

Berdasarkan praktikum yang dilakukan mengenai evaluasi program pemuasaan berselang pada ayam pedaging (evaluation of skip a day feed removal programme on the Broiler Chicken) dapat ditarik kesimpulan bahwa program pemuasaan pada fase starter akan meningkatkan kemampuan ayam untuk mengkonversi pakan. Sedangkan pemuasaan pada fase finisher akan meningkatkan kemampuan ayam dalam pertambahan berat badan per hari dan juga menyebabkan tingginya jumlah konsumsi pakan dari ayam yang menyebabkan berat badan akhir yang tinggi. Perlakuan yang tepat diterapkan di Indonesia (daerah tropis) adalah perlakuan B karena mamiliki berat akhir yang tinggi yang sesuai dengan permintaan dari konsumen di Indonesia namun perlakuan tersebut memiliki konversi pakan yang buruk.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2007. Budidaya Ayam Pedaging (Broiler). http://teknis-budidaya.blogspot.com/ 2007/ 10/budidaya-sapi-potong.html. Diakses 27 Mei 2010

Anungsaptonugroho. 2010. Anungsaptonugroho’s Blog. http://anungsaptonugroho.word press. com/. Dakses 27 Mei 2010

Dozier, W. A, dkk. 2002. Effects of Early Skip-a-Day Feed. http://translate.google.co.id/ translate?hl=id&langpair=en|id&u=http://japr.fas.org/cgi/reprint/11/3/297.pdf. Diakses 27 Mei 2010

Paradis, Huda Alfin. 2009. Evaluasi Kecukupan Nutrien pada Ransum Ayam Broiler Di Peternakan Cv Perdana Putra Chicken Bogor. Jurusan Nutrisi dan Makanan Ternak Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro. Semarang

Santoso, Urip, dkk. 2008. Early Skip-a-Day Feeding of Female Broiler Chicks Fed High- Protein Realimentation Diets Performance and Body Composition. https://uripsantoso.wordpress.com/2008/05/04/early-skip-a-day-feeding-of-femalebroil er-chicks-fed-high-protein- realimentation-diets -performance-and-body-composition/.

Sumber : http://chytoxx.blogspot.com/2010/05/evaluasi-program-pemuasaan-berselang.html

Mendeteksi Munculnya Ayam Kerdil

Oleh : Drh. Tarmudji MS

Kekerdilan atau Sindroma Kekerdilan (SK) pada ayam sangat merugikan.
Kerena, ayam yang kerdil sulit dijula, konversi pakan yang tinggi dan dapat
mengakibatkan kematian. Walaupun tingkat kematiannya tidak terlalu tinggi. Bagaimana
ciri-cirinya?
Akhir-akhir ini, SK muncul lagi pada beberapa peternakan ayam pedaging
komersial dan pada Broiler breeding farm. Adanya kasus semacam ini menimbulkan
kerugian peternak, karena jumlah ayam kerdil bisa mencapai 10-50 persen dari populasi.
Sebenarnya SK ini sudah pernah terjadi pada tahun-tahun sebelumnya dan
mendapat perhatian dari pihak pemerintah maupun pelaku bisnis perunggasan.
Merebaknya kembali kasus ini setelah wabah Avian Influenza (AI), menimbulkan tanda
tanya. Beberapa kalangan peternak menghubung-hubungkan kasus ini dengan wabah AI.
Karena SK pada ayam kali ini terjadi setelah Indonesia terserang wabah AI.
Penyakit kekerdilan ini pertama kali dilaporkan di Eropa, yaitu di Belanda pada
tahun 1970. Kemudian menyebar ke Inggris (1981), Australia (1980), Amerika Serikat
(1981) dan Asia (1985). Di Indonesia, penyakit kekerdilan, pertama kali dilaporkan oleh Dharma pada tahun 1985. Penyakit yang ditandai dengan gejala ayam menjadi kerdil
(lambat tumbuh) dan bulu sayap terbalik ini dilaporkan terjadi di Bali dan Jawa Timur.
Selanjutnya pada tahun 1998-1999, peneliti Balai Penelitian Veteriner (Balitvet)
melaporkan kejadian kekerdilan pada peternakan ayam di daerah Jawa Barat, Jawa
Tengah dan DI Yogyakarta. Dari hasil penelitian tersebut diperoleh gambaran bahwa,
ayam yang berumur 12 - 31 hari hanya memiliki bobot badan sekitar 125-373 gram.
Penyakit Helikopter
Sindroma Kekerdilan merupakan suatu penyakit, di mana ayam tidak tumbuh dan
berkembang seperti layaknya ayam normal. SK adalah Sindroma pada ayam muda,
terutama ayam pedaging yang ditandai adanya derajat gangguan pertumbuhan (ringan
sampai berat). Sebagai agen spesifik penyebabnya belum diketahui dengan jelas. Namun
dari hasil penelitian menyebutkan bahwa, virus merupakan agen yang bertanggungjawab
terhadap timbulnya penyakit menular ini. Diduga banyak penyebabnya, antara lain,Reo
virus, Rota virus, Parvo virus, Entero virusdan Corona virus.
Reovirus, dapat diisolasi dari jaringan ayam sehat pada umur satu sampai dua
minggu. Manifestasi penyakit setelah infeksi denganre ovirus tergantung pada umur
ayam, strain virus dan rule infeksi. Penularan penyakit dapat terjadi secara horizontal
maupun vertikal. Reovirus dapat diekskresikan dari saluran pencernaan dan pernafasan.
Feses merupakan sumber utama penularan secara horizontal. Anak ayam umur satu hari
lebih peka terhadap reovirus yang ditularkan melalui saluran pernafasan dibanding
penularan secara oral
Banyak nama yang diberikan pada penyakit ini. Yaitu, Infectious Stunting
Syndrome, Helicopter disease, Malabsorption Syndrome, Pale bird Syndromeatau
Brittle bone Syndrome.
Penyakit ini menyerang ayam dan kalkun, baik yang jantan maupun betina.
Dilaporkan hewan yang muda lebih sensitif daripada yang dewasa dan semua jenis ayam
dapat terse rang penyakit ini. Anak ayam yang terserang virus ini memperlihatkan
penurunan laju pertumbuhan yang nyata pada umur 5-7 hari. Dan anak ayam yang
lambat tumbuh alias kerdil ini akan terlihat jelas pada umur dua minggu.
Pertumbuhan bulu yang terhambat, sampai umur 30 hari bulu di bagian bawah
kepala masih berwarna kuning, sehingga disebut dengan “Kepala kuning". Anak ayam
ini juga memperlihatkan abdomen yang menggantung dan nafsu makannya yang sangat
tinggi.
Tangkai bulu sayap primernya nampak patah-patah dan bulunya seperti baling-
baling rotor. Oleh karena itu disebut juga penyakit helikopter (Helicopter Disease).
Menjelang umur 5 minggu, anak ayam yang sakit bisa mencapai 25%, dengan bobot
badan berkisar 250 gram. Dan ukurannya kurang dari separuh ukuran normal dari kawan
sekandangnya. Kotorannya berwarna kuning dan lembek dan menunjukkan adanya
partikel biji-bijian yang tidak dicerna. Ayam yang sakit terlihat malas berjalan karena
adanya sindroma yang mirip rakhitis.
Ayam Kerdil Segera Diatkir
Para ahli melaporkan bahwa, target organ dari SK adalah usus sehingga
menyebabkan gangguan pencernaan berbentuk diare dan lesi pada usus. Anak ayam
biasanya mengalami gangguan proses digesti dan absorbsi berbagai nutrien penting
dalam pakan, yang mendukung berbagai manifestasi penyakit tersebut.
Pada bedah bangkai ayam penderita SK, dijumpai adanya peradangan pada
proventrikulus (proventrikulitis) dan usus (enteritis), atropi/pengecilan dari organ
pankreas,thymus dan bursafabricius. Juga terlihat adanya kelainan pada tulang,
terutamadefect pada tulang paha (femur) sehingga tulang menjadi mudah patah(bri ttle/
os teoporosis).
Secara mikroskopik terlihat pembesaran(hipertropi) dan perbanyakan
(hiperplasia) dari epitel mukosa proventrikulus. Pada usus terjadi enteritis kataralis
berupa pelebaran/dilatasi krypta usus dan atropi villi usus. Pada pankreas terlihat
infiltrasi set-set radang, degenerasi, atropi dan fibroplasi dari jaringan eksokrin.
Diagnosis didasarkan pada sejarah induk-induk muda yang menghasilkan anak
ayam yang sakit dengan gejala klinis khas, yang muncul pada kisaran umur 7-35 hari.
Dan biasanya lebih tepat jika diagnosis dibuat setelah anak ayam berumur lebih dari 14
hari. Pada saat dijumpai adanya sejumlah anak ayam kecil yang mempunyai nafsu
makan yang besar, sangat aktif dan menunjukkan pertumbuhan bulu yang abnormal.
Secara primer, SK ini disebabkan oleh virus, namun ada beberapa jenis bakteri dan
berbagai faktor manajemen yang ikut mendukung terjadinya sindroma tersebut.
Tidak ada pengobatan spesifik untuk penyakit kerdil. Anak-anak ayam yang
sakit/kerdil hendaknya segera diafkir / dikeluarkan sejak umur 14-28 hari. Pemisahan
ayam-ayam yang sakit ini mungkin dapat mengurangi peluang penularan virus secara
lateral. Vaksinasi dilaporkan tidak bisa efektif mengontrol penyakit ini. Peningkatan
sanitasi, pemberian desinfektan yang tepat dan memperhatikan kepadatan kandang
diharapkan dapat mengurangi jumlah ayam yang diafkir. Memperketat kontrol pakan dan
menghindari DOC dari bibit yang muda, dilaporkan dapat mengurangi kasus penyakit
ini.
Drh. Tarmudji MS
Penulis adalah Peneliti pada Balitvet Bogor
Dimuat pada Tabloid Sinar Tani, 7 Juli 2004
Sumber : http://www.scribd.com/doc/41936617/Mendeteksi-Munculnya-Ayam-Kerdil

Jumat, 21 Januari 2011

Kajian Penambahan Ragi Tape pada Pakan terhadap Konsumsi, Pertambahan Bobot Badan, Rasio Konversi Pakan, dan Mortalitas Tikus (Rattus norvegicus)

E.M.Sianturia, A.M.Fuaha & K.G. Wiryawanb
Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan
Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor
Jl. Agatis Kampus IPB Darmaga, Fakultas Peternakan, IPB Bogor 16680


ABSTRACT
An experiment was conducted to examine the effect of different levels of tape yeast
addition into rations on Rattus norvegicus performance, such as feed consumption, body weight gain, feed conversion ratio and mortality. The experimental design used was a factorial completely randomized design 2 x 4, the first factor was sex (male and female rats), and the second factor was different levels of tape yeast added into rations (0% as R1,0.5% as R2, 1% as R3 and 1.5% as R4). The results showed that the interaction between sex and yeast addition had significant effect on feed consumption and body weight gain (P<0.05), but the effect was not significant on feed conversion ratio and mortality. Yeast addition in male-rat rations significantly reduced feed consumption, but did not affect body weight gain. In female rats, the addition of yeast in the rations increased body weight gain.
Increasing levels of tape yeast in the rations improved the body weight gain and feed
conversion ratio, especially for female rats (P<0.05). There was no single rat died during the experimental period. Rats fed ration containing 1.5% yeast showed better feed consumption, weight gain, and feed conversion ratio compared to rats given other rations.

Key words : rat, tape yeast, consumption, weight gain, feed conversion ratio, mortality


Probiotik telah lama diketahui dapat meningkatkan produktivitas ternak, yaitu dengan meningkatkan keseimbangan mikroflora usus (Wiryawan, 1995; Muktiani, 2002; CFNP Tap Review, 2002). Penyerapan zat-zat makanan akan meningkat jika keseimbangan mikroflora usus telah dicapai. Banyak jenis mikroba yang dapat dikategorikan sebagai
probiotik karena pengaruhnya yang menguntungkan bagi inangnya, dijual dalam bentuk kultur murni mikroba atau komponen dari mikroba tertentu, dan dijual secara komersial.
Probiotik telah banyak dijual secara komersial terutama di negara-negara maju seiring dengan dilarangnya penggunaan antibiotik termasuk di Indonesia, namun
wilayah pendistribusiannya masih terbatas kota-kota besar, sementara mayoritas
peternakan di Indonesia adalah peternakan rakyat yang secara geografis sulit untuk diakses.
Adanya kesulitan untuk mendapatkan probiotik komersial, terutama oleh masyarakat
tani, maka dibutuhkan suatu sumber probiotik indigenous alternatif yang banyak tersebar di Indonesia. Pemilihan ragi tape dilakukan dengan pertimbangan: (1) di dalam ragi tape terdapat mikroba-mikroba baik kapang, khamir maupun bakteri yang mampu menghidrolisis pati, menciptakan keseimbangan mikroflora usus, meningkatkan kesehatan serta membantu penyerapan zat-zat makanan, dalam hal ini peran accharomyces cerevisiae sangat penting(Fardiaz, 1992; Dawson, 1993; Newman, 2001,
CFNP Tap Review, 2002); (2) ragi tape tersebar luas di pasar-pasar tradisional di berbagai daerah di Indonesia, sehingga tidak sulit untuk mendapatkannya; (3) ragi tape sudah biasa dikonsumsi oleh manusia sehingga aman bagi ternak.
Sebelum ragi tape sebagai probiotik dicobakan pada ternak, pada umumnya dicobakan terlebih dahulu pada hewan percobaan sehingga hasilnya dapat menjadi acuan enggunaannya. Hewan percobaan yang digunakan pada penelitian ini ialah tikus
laboratorium (Rattus norvegicus) yang biasa digunakan karena karakteristik biologisnya mirip dengan ternak monogastrik dan juga murah, mudah didapat dan siklus reproduksiyang singkat.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melakukan pengkajian terhadap penggunaan ragi
tape sebagai probiotik dalam ransum tikus terhadap konsumsi, pertambahan bobot badan,
konversi pakan, dan mortalitas tikus putih (Rattus norvegicus).
Sumber : http://iirc.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/9332/1/E_M_Sianturi_KajianPenambahanRagi.pdf

Biosecurity to prevent the spread of Infectious Bronchitis


Basic management practices such as limited controlled site access, separate footwear and equipment for each site/house, and footbaths at the entrance to sites/houses all minimize the risk of introducing the Infectious Bronchitis virus (IBV).

Hygienic measures are aimed at minimizing the level of infectious virus. A structured approach is required to prevent infections:

* Dry clean - removal and disposal of all organic material from the site (in the case of earthen floors this should include removing the top 4-5 cm of soil).
* Wet clean - cleaning chicken houses using water at high pressure (35-55 Bar) to ensure removal of all organic material. It is advisable to add detergents to assist the cleaning process.
* Disinfection - application of a suitable disinfectant to reduce infectivity of any remaining virus particles. IBV is easily killed, but applying disinfectants at the correct concentration with a suitable contact time is critical. Generally products containing formaldehyde, chlorine releasing agents, or quaternary ammonium compounds are suitable.

The downtime between successive chicken flocks must be maximized (a minimum of 10 days is recommended). The control of IBV on multi-age sites is extremely challenging and requires strict control of the movement of personnel and equipment between chicken houses.
Sumber : http://www.infectious-bronchitis.com/biosecurity.asp
Terjemah : Google Translate

Peneliti Bikin Ayam Tak Sebarkan Flu Burung


Ayam yang dimodifikasi ini memang tetap bisa terinfeksi flu burung namun tidak menularkan.

Jum'at, 21 Januari 2011, 15:36 WIB
Muhammad Firman

Ayam yang dimodifikasi ini memang tetap bisa terinfeksi flu burung namun tidak menularkan. (infectious-bronchitis.com)

VIVAnews - Sekelompok peneliti asal University of Cambridge dan The University of Edinburgh, Inggris yang mendapat suntikan dana dari pemerintah berhasil menemukan cara agar ayam tidak menularkan flu burung ke hewan lain dan manusia yang memeliharanya.

Caranya, peneliti memasukkan gen yang mampu memblokir flu burung agar tidak mereplikasi diri. Ayam yang dimodifikasi ini memang tetap bisa terinfeksi flu burung, akan tetapi sel mereka tidak memproduksi kopi virus flu. Sehingga, ayam yang ada di dekatnya tidak terserang.

Penemuan tersebut, yang dilaporkan dalam jurnal Science, disebutkan berhasil mengatasi masalah terbesar baik bagi para peternak unggas ataupun petugas kesehatan masyarakat yang khawatir bahwa ayam bisa menjadi sumber virus flu yang bisa menularkan pada manusia.

“Modifikasi genetik yang kami temukan ini merupakan langkah pertama yang signifikan untuk mengembangkan ayam yang sepenuhnya kebal terhadap flu burung,” kata Laurence Tiley, profesor dari Department of Veterinary Medicine University of Cambridge, seperti dikutip dari Medindia, 21 Januari 2011.

Selain itu, kata Tiley, penemuan ini juga akan membantu meningkatkan kesehatan unggas rumah tangga dan mencegah penyebaran epidemi flu burung di antara populasi manusia.

Meski menarik, masalah belum terpecahkan sepenuhnya. “Uji coba selama bertahun-tahun masih diperlukan untuk memastikan bahwa tidak ada bahaya tersembunyi dari modifikasi genetik seperti ini,” kata Tiley. “Selain itu, masih banyak tugas kehumasan untuk membujuk lembaga pemerintah dan konsumen agar menerima ayam yang telah dimodifikasi secara genetik ini,” ucapnya.

Saat ini, kata Tiley, ayam-ayam yang sudah mereka modifikasi ini hanyalah ditujukan untuk penelitian, bukan untuk dimakan oleh manusia.
• VIVAnew
Sumber : http://teknologi.vivanews.com/news/read/200616-peneliti-bikin-ayam-tak-sebarkan-flu-burung

Followers